Tahun 2006 saya ke SD Tsukuba Tokyo dan SMP Shijimizuka di Hamamatsu. Saya mengamati guru di SD Tsukuba mengajar sebagai berikut.
Mula-mula guru menempelkan carta janin dalam kandungan ibunya pada papan tulis. Kemudian guru itu mengajukan pertanyaan:” Apakah janin ini memerlukan makanan?” Jawab seorang siswa: Ya. Guru:”Apa makanan janin ini?” Jawab seorang siswa:”oksigen” Guru:”Bagaimana oksigen masuk ke kandungan ibu?” Siswa tidak dapat menjawab. Guru:”Perhatikan gambar janin ini. Dari mana janin ini memperoleh makanan?” Jawab salah seorang siswa:”Dari ibunya” Begitulah tanya-jawab berlangsung, sampai akhirnya siswa mengajukan jawaban, bahwa janin memperoleh makanan dari ibunya melalui darah yang disaring dalam plasenta. Setelah tanya-jawab itu, siswa diminta memilih salah satu jenis kertas dari beberapa jenis kertas untuk menyaring saus tomat yang dicampur air, sehingga yang keluar hanya airnya saja.
Di SMP Shijimizuka guru demonstrasi menggerak-gerakan magnet keluar-masuk kumparan, sambil mengajukan pertanyaan. Tanya-jawab berlangsung terus sampai pada jawaban siswa:”perubahan rapat garis gaya magnet menimbulkan arus listrik”. Setelah konsep itu terbentuk dari tanya-jawab itu, lalu siswa diminta melakukan percobaan untuk menyelidiki, jika kutub utara magnet masuk ke dalam kumparan, arah arus listrik ke mana. Jika magnet bergerak keluar kumparan, kemana arah arus listriknya.
Model pembelajaran dari kedua sekolah itu memiliki pola yang sama, yaitu:
1. Guru memperlihat sesuatu untuk diamati siswa, kemudian mengajukan pertanyaan terus-menerus dan dijawab siswa secara lisan, sampai siswa dapat membentuk suatu konsep dari pertanyaan-pertanyaan itu.
2. Siswa melakukan praktik yang merupakan penguatan untuk konsep yang telah diperoleh siswa dari tanya-jawab (SD Tsukuba) atau kelanjutan dari konsep yang telah dipelajari siswa dari tanya-jawab (SMP Shijimizuka).
Bagian pertama dari pembelajaran saya sebut PID (Pembelajaran Interaktif Dialogis). Sayang saya tidak dapat menjelaskan secara lengkap melalui kolom ini. PID sudah digunakan oleh beberapa rekan di SMP dan SMA kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan Bandung. Setelah antara 2-3 bulan sejak dimulai, sikap, minat belajar, keterampilan berpikir, dan penguasaan konsep siswa meningkat dengan baik, sehingga rekan-rekan itu terus menggunakan dan mengembangkan PID dan tidak mau ceramah lagi.
Mudah-mudahan informasi singkat ini ada manfaatnya untuk rekan-rekan di MGMP IPA SMP/MTs Kota Cimahi.
Model peningkatan mutu pembelajaran yang meningkatkan kompetensi guru di Asia Timur, contohnya Lesson Study di Jepang dan Public Lesson di China, dalam kenyataannya lebih berhasil dalam meningkatkan hasil belajar siswa daripada penggunaan model-model pembelajaran di negara-negara barat. Keberhasilan itu tampak dari Hasil PISA tahun 2003, 2006, dan 2009 yang memperlihatkan hasil belajar siswa dari China, Korea, dan Jepang lebih tinggi daripada hasil belajar siswa dari negara-negara barat.
Hasil PISA itu membuka wawasan para pakar pendidikan di dunia bahwa peningkatan mutu pembelajaran tidak lagi dapat mengandalkan model-model pembelajaran. Pembelajaran yang digunakan di China, Korea, dan Jepang tidak mengandalkan model-model pembelajaran, melainkan mengandalkan kompetensi guru dalam mengikuti dinamika (perubahan) belajar siswa. Sedangkan kompetensi mengikuti dinamika belajar siswa tidak diperoleh dari teori atau teknik pembelajaran, melainkan diperoleh dari merefleksi pembelajaran yang dilaksanakan guru dalam pembelajaran sehari-hari atau sewaktu-waktu seperti Open Lesson di Jepang atau Public Lesson di China. Sayang, Indonesia masih belum menyadari hal tersebut, buktinya peningkatan mutu pembelajaran masih tetap mengandalkan model-model pembelajaran.
Berdasarkan keberhasilan China, Korea, dan Jepang, guru-guru di Indonesia dapat menggunakan pembelajaran yang biasa digunakan guru di Jepang dalam pembelajaran sehari-harinya, yaitu interaktif dialogis pada setengah pertemuan pertama dan kegiatan kelompok pada setengah pertemuan berikutnya. Jadi, ceramah diganti dengan dialog dan latihan soal atau praktik (jika ada alat) dilaksanakan dengan kegiatan kelompok.
1. Mendisiplinkan (Meningkatkan Sikap/Budipekerti Siswa)
Peluang untuk mendisiplinkan siswa dimunculkan dengan guru mengadakan kontrak (tata-tertib) belajar untuk membiasakan siswa mematuhi aturan, saling menghargai, saling membantu, menjawab pertanyaan secara lisan, presentasi di depan kelas, dan melaksanakan tugas yang lain. Peluang untuk mendisiplinkan siswa juga akan muncul pada saat siswa melanggar tata-tertib belajar. Peluang tersebut dimanfaatkan guru dengan mengingatkan siswa pada tata-tertib belajar yang telah disepakatinya. Pendisiplinan tidak dilakukan dengan memberi hukuman, tetapi dengan menanamkan pemahaman pada siswa terhadap keperluan mematuhi tata-tertib belajar untuk kepentingan mereka sendiri, yaitu agar setiap siswa dapat belajar dengan baik dan berhasil. Dalam pendidikan peningkatan kedisiplinan siswa tidak dilaksanakan dengan cara-cara untuk menimbulkan efek jera pada siswa, melainkan dengan menyadarkan siswa.
2. Menyamankan (Meningkatkan Minat Belajar Siswa)
Nyaman dalam belajar adalah belajar dengan perasaan suka pada kegiatan belajar yang sedang dijalaninya, tidak ada rasa takut, hawatir, atau perasaan-perasaan lain yang menekan perasaan siswa. Siswa yang nyaman dalam belajarnya akan belajar dengan konsentrasi pikiran dan perasaan yang baik yang menunjangnya dalam membuka pikirannya untuk memahami konsep dan menyelesaikan masalah. Karena itu, penting untuk membuat siswa nyaman dalam belajarnya, agar siswa dapat berhasil mempelajari pelajarannya dengan baik.
Peluang untuk menyamankan diawali dengan guru memberi pertanyaan atau tugas yang harus dilaksanakan oleh siswa. Peluang untuk menyamankan akan muncul setelah siswa merespon (menjawab atau memberikan tugas). Peluang tersebut dimanfaatkan oleh guru dengan menghargai jawaban atau tugas yang telah dikerjakan siswa, bagaimanapun salahnya jawaban atau tugas tersebut. Disamping itu setiap siswa diwajibkan untuk saling menghargai, tidak ada yang mencemoohkan siswa yang menjawab salah atau yang salah dalam mengerjakan tugas.
3. Mencerdaskan (Meningkatkan Keterampilan Berpikir Siswa)
Peluang untuk mencerdaskan dimunculkan dengan guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa secara lisan, tugas tertulis, atau tugas lain yang menuntut siswa untuk berpikir. Kecerdasan siswa akan meningkat jika siswa dilatih terus untuk berpikir secara sistematik, ilmiah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Siswa Korea dan Jepang lebih tinggi kompetensinya daripada siswa-siswa Amerika, karena guru-guru di Korea dan Jepang selalu memberi pertanyaan mendalam yang melibatkan siswa berpikir secara mendalam. Sedangkan guru-guru di Amerika menggunakan LKS dengan pertanyaan-pertanyaan prosedural yang merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dangkal. Karena perbedaan tingkat kedalaman pertanyaan itu siswa Korea dan Jepang mampu mengungguli siswa-siswa Amerika. Dengan demikian, pembelajaran seharusnya ditekankan pada kekuatan dialog. Dialog melatih siswa berpikir lebih baik untuk memahami konsep dan menyelesaikan masalah. Pembelajaran siswa berkelompok bisa tidak efektif jika tidak terjadi dialog diantara siswa atau jika dialognya itu dangkal.
4. Memahamkan (Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa)
Peluang untuk memahamkan dimunculkan dengan guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau tugas yang membantu siswa memahami pelajarannya. Peluang untuk memahamkan juga akan muncul pada saat siswa salah menjawab atau tidak dapat menjawab. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh guru dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengikuti dinamika berpikir siswa untuk membantu siswa memahami konsep atau menyelesaikan masalah. Guru sebaiknya tidak memberi penjelasan, tetapi membantu siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membuat siswa memahami konsep atau menyelesaikan masalah, agar siswa paham dan cerdas. Penjelasan hanya dapat diberikan pada siswa selama lima atau sepuluh menit sebelum pembelajaran berakhir.
5. Menerampilkan (Mengakumulasikan Kompetensi Generik Siswa)
Peluang untuk menerampilkan akan muncul pada saat siswa aktif dalam belajarnya. Peluang tersebut dimanfaatkan dengan semua aspek kompetensi generik (sikap, minat belajar, keterampilan berpikir, dan psikomotor) ditingkatkan terus-menerus dalam setiap pembelajaran. Kompetensi materi subjek untuk setiap konsep/topik ditingkatkan dalam satu atau dua pertemuan secara berkesinambungan, yaitu mempelajari konsep yang baru dilakukan dengan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan cara itu siswa belajar memahami konsep dan menggunakan konsep itu berulang-ulang untuk meningkatkan keterampilannya dalam menerapkan konsep.
Maaf, saya bukan anggota, kebetulan lewat ke blog ini. Maukah, jika saya ikut bergabung dalam peningkatan hasil belajar siswa lewat blog ini?
Terima kasih atas penerimaannya. Saya bapa.
Tahun 2006 saya ke SD Tsukuba Tokyo dan SMP Shijimizuka di Hamamatsu. Saya mengamati guru di SD Tsukuba mengajar sebagai berikut.
Mula-mula guru menempelkan carta janin dalam kandungan ibunya pada papan tulis. Kemudian guru itu mengajukan pertanyaan:” Apakah janin ini memerlukan makanan?” Jawab seorang siswa: Ya. Guru:”Apa makanan janin ini?” Jawab seorang siswa:”oksigen” Guru:”Bagaimana oksigen masuk ke kandungan ibu?” Siswa tidak dapat menjawab. Guru:”Perhatikan gambar janin ini. Dari mana janin ini memperoleh makanan?” Jawab salah seorang siswa:”Dari ibunya” Begitulah tanya-jawab berlangsung, sampai akhirnya siswa mengajukan jawaban, bahwa janin memperoleh makanan dari ibunya melalui darah yang disaring dalam plasenta. Setelah tanya-jawab itu, siswa diminta memilih salah satu jenis kertas dari beberapa jenis kertas untuk menyaring saus tomat yang dicampur air, sehingga yang keluar hanya airnya saja.
Di SMP Shijimizuka guru demonstrasi menggerak-gerakan magnet keluar-masuk kumparan, sambil mengajukan pertanyaan. Tanya-jawab berlangsung terus sampai pada jawaban siswa:”perubahan rapat garis gaya magnet menimbulkan arus listrik”. Setelah konsep itu terbentuk dari tanya-jawab itu, lalu siswa diminta melakukan percobaan untuk menyelidiki, jika kutub utara magnet masuk ke dalam kumparan, arah arus listrik ke mana. Jika magnet bergerak keluar kumparan, kemana arah arus listriknya.
Model pembelajaran dari kedua sekolah itu memiliki pola yang sama, yaitu:
1. Guru memperlihat sesuatu untuk diamati siswa, kemudian mengajukan pertanyaan terus-menerus dan dijawab siswa secara lisan, sampai siswa dapat membentuk suatu konsep dari pertanyaan-pertanyaan itu.
2. Siswa melakukan praktik yang merupakan penguatan untuk konsep yang telah diperoleh siswa dari tanya-jawab (SD Tsukuba) atau kelanjutan dari konsep yang telah dipelajari siswa dari tanya-jawab (SMP Shijimizuka).
Bagian pertama dari pembelajaran saya sebut PID (Pembelajaran Interaktif Dialogis). Sayang saya tidak dapat menjelaskan secara lengkap melalui kolom ini. PID sudah digunakan oleh beberapa rekan di SMP dan SMA kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan Bandung. Setelah antara 2-3 bulan sejak dimulai, sikap, minat belajar, keterampilan berpikir, dan penguasaan konsep siswa meningkat dengan baik, sehingga rekan-rekan itu terus menggunakan dan mengembangkan PID dan tidak mau ceramah lagi.
Mudah-mudahan informasi singkat ini ada manfaatnya untuk rekan-rekan di MGMP IPA SMP/MTs Kota Cimahi.
Model peningkatan mutu pembelajaran yang meningkatkan kompetensi guru di Asia Timur, contohnya Lesson Study di Jepang dan Public Lesson di China, dalam kenyataannya lebih berhasil dalam meningkatkan hasil belajar siswa daripada penggunaan model-model pembelajaran di negara-negara barat. Keberhasilan itu tampak dari Hasil PISA tahun 2003, 2006, dan 2009 yang memperlihatkan hasil belajar siswa dari China, Korea, dan Jepang lebih tinggi daripada hasil belajar siswa dari negara-negara barat.
Hasil PISA itu membuka wawasan para pakar pendidikan di dunia bahwa peningkatan mutu pembelajaran tidak lagi dapat mengandalkan model-model pembelajaran. Pembelajaran yang digunakan di China, Korea, dan Jepang tidak mengandalkan model-model pembelajaran, melainkan mengandalkan kompetensi guru dalam mengikuti dinamika (perubahan) belajar siswa. Sedangkan kompetensi mengikuti dinamika belajar siswa tidak diperoleh dari teori atau teknik pembelajaran, melainkan diperoleh dari merefleksi pembelajaran yang dilaksanakan guru dalam pembelajaran sehari-hari atau sewaktu-waktu seperti Open Lesson di Jepang atau Public Lesson di China. Sayang, Indonesia masih belum menyadari hal tersebut, buktinya peningkatan mutu pembelajaran masih tetap mengandalkan model-model pembelajaran.
Berdasarkan keberhasilan China, Korea, dan Jepang, guru-guru di Indonesia dapat menggunakan pembelajaran yang biasa digunakan guru di Jepang dalam pembelajaran sehari-harinya, yaitu interaktif dialogis pada setengah pertemuan pertama dan kegiatan kelompok pada setengah pertemuan berikutnya. Jadi, ceramah diganti dengan dialog dan latihan soal atau praktik (jika ada alat) dilaksanakan dengan kegiatan kelompok.
saya anggota mgmp ipa yang baru membuka blog ini. sekarang ingin lebih tahu mengenai kegiatan mgmp ipa cimahi.
PENINGKATAN 5M
1. Mendisiplinkan (Meningkatkan Sikap/Budipekerti Siswa)
Peluang untuk mendisiplinkan siswa dimunculkan dengan guru mengadakan kontrak (tata-tertib) belajar untuk membiasakan siswa mematuhi aturan, saling menghargai, saling membantu, menjawab pertanyaan secara lisan, presentasi di depan kelas, dan melaksanakan tugas yang lain. Peluang untuk mendisiplinkan siswa juga akan muncul pada saat siswa melanggar tata-tertib belajar. Peluang tersebut dimanfaatkan guru dengan mengingatkan siswa pada tata-tertib belajar yang telah disepakatinya. Pendisiplinan tidak dilakukan dengan memberi hukuman, tetapi dengan menanamkan pemahaman pada siswa terhadap keperluan mematuhi tata-tertib belajar untuk kepentingan mereka sendiri, yaitu agar setiap siswa dapat belajar dengan baik dan berhasil. Dalam pendidikan peningkatan kedisiplinan siswa tidak dilaksanakan dengan cara-cara untuk menimbulkan efek jera pada siswa, melainkan dengan menyadarkan siswa.
2. Menyamankan (Meningkatkan Minat Belajar Siswa)
Nyaman dalam belajar adalah belajar dengan perasaan suka pada kegiatan belajar yang sedang dijalaninya, tidak ada rasa takut, hawatir, atau perasaan-perasaan lain yang menekan perasaan siswa. Siswa yang nyaman dalam belajarnya akan belajar dengan konsentrasi pikiran dan perasaan yang baik yang menunjangnya dalam membuka pikirannya untuk memahami konsep dan menyelesaikan masalah. Karena itu, penting untuk membuat siswa nyaman dalam belajarnya, agar siswa dapat berhasil mempelajari pelajarannya dengan baik.
Peluang untuk menyamankan diawali dengan guru memberi pertanyaan atau tugas yang harus dilaksanakan oleh siswa. Peluang untuk menyamankan akan muncul setelah siswa merespon (menjawab atau memberikan tugas). Peluang tersebut dimanfaatkan oleh guru dengan menghargai jawaban atau tugas yang telah dikerjakan siswa, bagaimanapun salahnya jawaban atau tugas tersebut. Disamping itu setiap siswa diwajibkan untuk saling menghargai, tidak ada yang mencemoohkan siswa yang menjawab salah atau yang salah dalam mengerjakan tugas.
3. Mencerdaskan (Meningkatkan Keterampilan Berpikir Siswa)
Peluang untuk mencerdaskan dimunculkan dengan guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa secara lisan, tugas tertulis, atau tugas lain yang menuntut siswa untuk berpikir. Kecerdasan siswa akan meningkat jika siswa dilatih terus untuk berpikir secara sistematik, ilmiah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Siswa Korea dan Jepang lebih tinggi kompetensinya daripada siswa-siswa Amerika, karena guru-guru di Korea dan Jepang selalu memberi pertanyaan mendalam yang melibatkan siswa berpikir secara mendalam. Sedangkan guru-guru di Amerika menggunakan LKS dengan pertanyaan-pertanyaan prosedural yang merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dangkal. Karena perbedaan tingkat kedalaman pertanyaan itu siswa Korea dan Jepang mampu mengungguli siswa-siswa Amerika. Dengan demikian, pembelajaran seharusnya ditekankan pada kekuatan dialog. Dialog melatih siswa berpikir lebih baik untuk memahami konsep dan menyelesaikan masalah. Pembelajaran siswa berkelompok bisa tidak efektif jika tidak terjadi dialog diantara siswa atau jika dialognya itu dangkal.
4. Memahamkan (Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa)
Peluang untuk memahamkan dimunculkan dengan guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau tugas yang membantu siswa memahami pelajarannya. Peluang untuk memahamkan juga akan muncul pada saat siswa salah menjawab atau tidak dapat menjawab. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh guru dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengikuti dinamika berpikir siswa untuk membantu siswa memahami konsep atau menyelesaikan masalah. Guru sebaiknya tidak memberi penjelasan, tetapi membantu siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membuat siswa memahami konsep atau menyelesaikan masalah, agar siswa paham dan cerdas. Penjelasan hanya dapat diberikan pada siswa selama lima atau sepuluh menit sebelum pembelajaran berakhir.
5. Menerampilkan (Mengakumulasikan Kompetensi Generik Siswa)
Peluang untuk menerampilkan akan muncul pada saat siswa aktif dalam belajarnya. Peluang tersebut dimanfaatkan dengan semua aspek kompetensi generik (sikap, minat belajar, keterampilan berpikir, dan psikomotor) ditingkatkan terus-menerus dalam setiap pembelajaran. Kompetensi materi subjek untuk setiap konsep/topik ditingkatkan dalam satu atau dua pertemuan secara berkesinambungan, yaitu mempelajari konsep yang baru dilakukan dengan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan cara itu siswa belajar memahami konsep dan menggunakan konsep itu berulang-ulang untuk meningkatkan keterampilannya dalam menerapkan konsep.